Senin, 26 Januari 2009

Anak, Subyek atau Obyek?

Romi, bukan nama sebenarnya, luar biasa kecewa ketika gagal tak lolos tes masuk sekolah kedinasan. Padahal ia sudah ‘ngungsi’ ke provinsi lain atas kemauan ibunya, demi memperbesar peluang lolos. Harapannya agar Romi bisa diterima di sekolah kedinasan tersebut dan setelah lulus bisa langsung jadi pegawai negeri tanpa repot mencari kerja.
Kemudian Romi ikut tes UMPTN dan diterima di jurusan yang ia inginkan, kemudian, sekali lagi atas kemauan ibunya Romi diminta tidak memasuki jurusan yang dianggap sang ibu akan sulit bahkan gelap dalam bursa kerja. Jadilah Romi sekarang kuliah di jurusan yang tidak disukainya, Akademi Perawat, lagi-lagi atas kemauan ibunya agar selepas lulus, Romi bisa ikut tes CPNS dan diterima sebagai pegawai negeri. Romi pun menurut, tapi kelak jika ia tidak lulus tes CPNS dan gagal jadi pegawai negeri, akankah sang ibu ‘memilihkan’ profesi dan jalan hidup yang akan digeluti Romi. Jadi anak itu subyek atau obyek sih sebenarnya, jeng?

1 komentar:

  1. biasanya yang seperti bundanya Romi lebih mementingkan gengsi dan prestise daripada memenangkan hati anaknya. memiliki ketakutan jika masa depan sang buah hati suram, tapi ketakutan yang tidak pada tempatnya. ketakutan sang anak jatuh dari sepeda, ketika ia mulai menaiki sepeda pertamanya di usia balita, normal. tapi ketakutan seperti di atas ketika anak sudah besar, idiiih bu, jangan - jangan nanti si Romi istrinya juga dipilihin, bajunya juga dipilihin, engga sekalian aja kelonin kalo mau bobo. dan buat anak - anak yang bernasib seperti Romi, bunda memang harus disayangi, dikasihi, dituruti, dihormati, tapi sometimes kalian juga musti bisa kasih pengertian bahwa kalian juga punya cita - cita yang ingin diraih, punya keinginan, dan yang pasti bisa bilang, "MOM, I'M GrOW Up now, and I'M NoT a ROBBOT"

    BalasHapus